Selasa, 29 Desember 2009

Pengertian dan Tujuan Asuransi

Definisi Asuransi
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan."

Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.

Beberapa istilah asuransi yang digunakan disini antara lain:
•Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan.
•Penanggung, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian / musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan

Tujuan Asuransi
  • Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
  • Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
  • Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
  • Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
  • Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
  • Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja)

Rabu, 23 Desember 2009

Jenis-Jenis Merger dan Akuisisi

Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan beberapa cara, yaitu :

a. Merger

Pada merger, para direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para pemegang saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50% shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan menghilang (dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding firm.

b.Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan baru tercipta dan pemegang saham kedua belah pihak menerima saham baru di perusahaan ini.
c. Tender offer

Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penolakan terhadap penawaran. Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding firm berhasil mengambil alih kontrol target firm.

d. Acquisistion of assets

Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham target firm. (p.835).

Pembagian akuisisi tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002. Menurut mereka hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :

a. Merger atau konsolidasi

Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari bidding firm. Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan baru. Kedua perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara hukum dan menjadi bagian dari perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang di-merger atau yang me-merger tidak dibedakan.

b. Acquisition of stock

Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain, dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik perusahaan yang menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan melakukan tender offer. Tender offer adalah penawaran kepada publik untuk membeli saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik perusahaan lain.

c. Acquisition of assets

Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock (p.817-818).



Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat dibedakan :

a. Horizontal merger terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang industri yang sama bergabung.

b. Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier atau customernya.
c. Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak dalam garis bisnis yang sama dengan supplier atau customernya. Keuntungannya adalah perusahaan dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang sama.

d. Conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis melakukan merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko. (Gitman, 2003, p.717).

Pengertian Merger

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598). Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.640).

Pengertian Restrukturisasi

Dalam era persaingan yang semakin ketat, setiap kali sebuah perusahaan harus mengevaluasi kinerjanya, serta melakukan serangkaian perbaikan, agar tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan ini akan dilaksanakan secara terus menerus, sehingga kinerja perusahaan makin baik dan dapat terus unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan. Salah satu strategi untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan adalah dengan cara restrukturisasi.Jika kita mendengar istilah atau kata restrukturisasi, yang ada dipikiran kita, seolah-olah membicarakan perusahaan yang sedang menurun. Hal ini disebabkan oleh definisi restrukturisasi itu sendiri, yang antara lain sebagai berikut:
Restrukturisasi, sering disebut sebagai downsizing atau delayering, melibatkan pengurangan perusahaan di bidang tenaga kerja, unit kerja atau divisi, ataupun pengurangan tingkat jabatan dalam struktur oganisasi perusahaan. Pengurangan skala perusahaan ini diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas (David,F, 1997:226)
Strategi restrukturisasi digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perusahaan yang tidak berkembang, sakit atau adanya ancaman bagi organisasi, atau industri diambang pintu perubahan yang signifikan. Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit manajemen, perubahan strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perusahaan. Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi untuk membangun bagian yang kritis, menjual bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya akuisisi secara efektif. Hasilnya adalah perusahaan yang kuat, atau merupakan transformasi industri. Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen yang mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan perusahaan berada pada titik undervalued atau industri pada posisi yang matang untuk transformasi. Wawasan yang sama diperlukan untuk melakukan turn around pada unit usaha, bahkan pada bisnis yang tidak familiar (Mintzberg & Quinn, 1996:732).
Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan (Djohanputro, Bramantyo, 2004:2).

Padahal setiap kali perusahaan melakukan perbaikan, entah dalam skala kecil, atau skala besar, tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerja. Tentu saja perusahaan tak perlu menunggu terjadi penurunan baru dilakukan perbaikan, karena bisa terlambat, sehingga perbaikan perlu dilakukan secara terus menerus. Pada umumnya istilah restrukturisasi digunakan jika perusahaan ingin melakukan perbaikan secara menyeluruh, dan tujuannya adalah untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan.

Pada saat ini, jika anda membaca di surat kabar, banyak perusahaan yang melakukan aksi korporasi, yang tujuannya adalah untuk memperkuat, memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan. Untuk memahami apa dan bagaimana yang dimaksud dengan restrukturisasi yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan, di bawah ini secara garis besar saya mencoba membuat cuplikan permasalahan tersebut, yang saya ambil antara lain dari buku karangan pak Bram (mantan dosen saya) sebagai berikut:


a. Tujuan Restrukturisasi Perusahaan.

Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Bagi perusahaan yang telah go public, maksimalisasi nilai perusahaan dicirikan oleh tingginya harga saham perusahaan, dan harga tersebut dapat bertengger pada tingkat atas. Bertahannya harga saham tersebut bukan permainan pelaku pasar atau hasil goreng menggoreng saham, tetapi benar-benar merupakan cermin ekspektasi investor akan masa depan perusahaan. Sejalan dengan perusahaan yang sudah go public, harga jual juga mencerminkan ekspektasi investor atas kinerja masa depan perusahaan. Sedangkan bagi yang belum go public, maksimalisasi nilai perusahaan dicerminkan pada harga jual perusahaan tersebut.

b. Pemetaan portfolio dan Stategic Business Unit (SBU) Perusahaan

Pertama-tama yang dilakukan adalah pemetaan portfolio, untuk mengetahui bagaimana kemampuan masing-masing aset dalam memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Apakah ada idle asset, atau aset yang kurang produktif, dan tak perlu dipertahankan karena tak sejalan dengan strategi perusahaan? Aset yang tak produktif serta tak sejalan dengan strategi perusahaan sebaiknya disisihkan untuk dijual.

Kemudian dilakukan pemetaan SBU, masing-masing SBU dinilai berdasarkan beberapa karakter, seperti: a) daur hidup, b) bagian pasar, c) pertumbuhan dan arus kas. Selanjutnya masing-masing SBU dievaluasi, apakah masih sejalan dengan strategi perusahaan. SBU yang sesuai, dapat dikaitkan dengan peningkatan nilai, atau memberikan Economic Value Added (EVA) kepada perusahaan secara keseluruhan.

c. Penilaian SBU

Ada beberapa cara penilaian SBU. Salah satu cara yang umum digunakan adalah menghitung nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan bisa dihasilkan oleh SBU yang bersangkutan. Nilai Net Present Value (NPV) dari arus kas tersebut merupakan nilai dari SBU. (Catt: cara penilaian SBU ada 10 tahap, akan disampaikan pada artikel tersendiri).

d. Pembenahan portfolio dan SBU.

Setelah penilaian tersebut, aset dan SBU yang tersisa hanya yang benar-benar sesuai dengan strategi perusahaan. Namun kualitas aset dan SBU perlu dievaluasi, agar beroperasi secara optimal. Setelah mengetahui berbagai kemungkinan masalah aset, manajemen perlu mengembangkan berbagai alternatif tindakan terhadap aset tersebut, dengan tujuan meningkatkan produktivitas aset yang bersangkutan.

e. Maksimalisasi nilai SBU.

Nilai sebuah SBU didasarkan atas kesehatan arus kas nya, terutama pola prediksi arus kas. Maksimalisasi nilai SBU berarti upaya manajemen supaya proyeksi arus kas SBU sejak restrukturisasi akan selalu sehat dan membaik dari waktu ke waktu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam maksimalisasi nilai SBU:
Pastikan tak ada aset potensial yang tersimpan. Aset yang sering tak disadari adalah intangible asset, seperti : a) Nama baik perusahaan, yang bisa hilang bila tak dimanfaatkan.b)Kemampuan penelitian dan pengembangan, yang merupakan potensi bagi perusahaan. c) Dampak dari pemasaran, misalkan promosi yang gencar, yang dapat memposisikan produk SBU di benak konsumen.
Pastikan bahwa pendanaan perusahaan sehat. Struktur keuangan yang baik ikut memberi andil yang baik dalam maksimalisasi nilai SBU.
Pastikan organisasi mendukung segala strategi dalam maksimalisasi SBU.

f. Faktor Kepemimpinan

Faktor kepemimpinan merupakan salah satu kunci keberhasilan proses restrukturisasi perusahaan. Tanpa pemimpin yang baik, restrukturisasi akan berhenti di tengah jalan. Persyaratan pertama dan utama seorang pemimpin dalam proses restrukturisasi adalah visioner. Seorang pemimpin restrukturisasi juga perlu menjadi agen perubahan. Proses restrukturisasi, betapapun baiknya akan selalu mendapat perlawanan dari sebagian karyawan.

Pemimpin juga perlu memiliki kemampuan untuk mendayagunakan (empowerment) karyawan. Identifikasi aset dan SBU dengan baik merupakan titik awal restrukturisasi yang baik. Kesalahan identifikasi berakibat fatal, oleh karena itu menjadikan bawahan mampu mengerjakan tugas-tugas yang berat tak dapat diabaikan begitu saja.

Lihat juga artikel mengenai pengertian merger, dan jenis-jenis merger dan akuisisi

Sabtu, 12 Desember 2009

LPD di Bali Terbaik Di Indonesia

Denpasar (Bali Post)
Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali dinilai sebagai lembaga keuangan mikro (non-bank) di tingkat akar rumput (grass root) terbaik di Indonesia. LPD menyentuh kepentingan masyarakat tingkat bawah yang umumnya bergerak di usaha mikro dan kecil.

Demikian penilaian Sekjen Gerakan Masyarakat Pengembangan Keuangan Mikro (Gema-PKM) Indonesia Bambang Ismawan di sela-sela acara Asia-Pacific Regional Microcredit Summit (APRMS) 2008 di BICC Nusa Dua, Senin (28/7) kemarin. APRMS dihadiri sekitar seribu peserta dari 40 negara.



Menurut Bambang Ismawan, faktor kekeluargaan dalam wadah desa adat dan banjar dinilai sebagai faktor yang paling menentukan keberhasilan LPD di Bali. 'LPD di Bali terintegrasi dengan sistem kemasyarakatan desa seperti banjar yang berkembang dengan baik,' kata Bambang.

Juga diharapkan lembaga keuangan mikro di tingkat desa lebih mendorong usaha rakyat di sektor-sektor kecil atau mikro. 'Kini saatnya berubah, dulu masyarakat menunggu ada kegiatan usaha real untuk berkembang, sekarang bisa berkembang sebaliknya,' ujar Bambang.

Untuk diketahui, sepuluh tahun lalu, jumlah dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh LPD seluruh Bali hanya sekitar Rp 843 milyar. Sementara pada tahun 2005 LPD berhasil menghimpun dana masyarakat naik drastis sampai mencapai Rp 1,346 trilyun.

SOSIALISASI SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TENTANG STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat akan payung hukum bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah memfasilitasi penyusunan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Koperasi dan UKM dan Gubernur Bank Indonesia tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Keputusan Bersama tersebut telah ditanda-tangani pada tanggal 7 September 2009.

Fokus SKB tersebut adalah mendorong legalitas kegiatan penyaluran pembiayaan usaha-usaha yang diselenggarakan oleh masyarakat yang dikenal sebagai LKM. Fokus tersebut diambil dengan menimbang (1) jumlah LKM yang sangat besar, sekitar 75 ribu, (2) ada puluhan jenis atau ragam LKM yang berdiri karena inisiatif masyarakat dan program pemerintah, (3) jumlah yang besar dan ragam yang bervariasi telah menyulitkan pembinaan dan pengawasannya. Melalui SKB ini ragam LKM diarahkan kepada empat bentuk badan usaha yang memiliki landasan hukum jelas, yaitu Badan Usaha Milik Desa (BumDes), Koperasi, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Modal Ventura.

           Sosialisasi SKB LKM digelar pada hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2009 sebagai bagian acara Kesetiakawanan Sosial Nasional (KSN) Expo yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial di Hall B Jakarta Convention Center. Peserta yang mengikuti sosialisasi memadati tempat penyelenggaraan diluar dugaan sebelumnya. Panitia harus menambah dari 148 kursi yang sudah disediakan menjadi 185 kursi karena banyak peserta sosialisasi yang hadir dari perwakilan pemerintah daerah, lembaga UKM universitas, perkumpulan UKM, pengurus koperasi dan masyarakat UKM.

          Pada kesempatan tersebut hadir narasumber dari 5 instansi yang menyampaikan materi strategi pengembangan LKM. Bertindak sebagai narasumber: (1) Asisten Deputi Analisa Kebijakan Makro Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, (2) Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat, Departemen Dalam Negeri, (3) Asisten Deputi Pengembangan dan Pengendalian Simpan Pinjam, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, (4) Analis Madya Bank Indonesia, dan (5) Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Bapepam-LK, Departemen Keuangan.
Dalam sosialisasi dijelaskan bahwa pembenahan kerangka hukum LKM, sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Bersama tersebut di atas, akan diawali dengan kegiatan inventarisasi LKM belum berbadan hukum. Setelah itu dilanjutkan dengan proses transformasi LKM belum berbadan hukum menjadi BumDes atau Koperasi atau BPR atau Modal Ventura. Agar LKM berbadan hukum ini berkelanjutan, maka akan dilakukan kegiatan pendampingan dan pembinaan. Pengembangan kelembagaan pengawasan LKM juga diamanatkan dalam Keputusan Bersama ini. Rangkaian kegiatan ini akan dimotori oleh keempat instansi penandatangan SKB dengan melibatkan instansi pusat lain, organisasi masyarakat dan pemerintah daerah. Melalui upaya ini peran pemerintah daerah akan semakin besar dalam pendampingan, pembinaan dan pengawasan koperasi dan BumDes. Disamping itu penerapan empat prinsip pengembangan Lembaga Keuangan Mikro sebagaimana kesepakatan internasional dalam Micro Credit Summit, yaitu: (1) mendorong penurunan jumlah penduduk miskin, (2) memberdayakan kaum perempuan, (3) memiliki dampak yang terukur, dan (4) menjadi lembaga keuangan yang berkelanjutan, akan diwujudkan secara bertahap.

          Antusias peserta nampak pada sesi tanya jawab yang mengharapkan penjelasan tindak lanjut dari SKB LKM. Selain itu besar harapan mereka agar empat bentuk LKM yang disarankan dalam SKB dapat menjadi solusi bagi pembiayaan UKM yang umumnya mengalami hambatan untuk mengakses kredit perbankan. Banyak studi telah membuktikan bahwa UKM tidak hanya mampu bertahan dalam badai krisis, namun juga berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi. BPR/Koperasi/BUMDES/Modal Ventura diharapkan mampu menjadi saluran yang mengurangi arus perputaran uang yang cenderung mengalir ke kota dan ke sektor keuangan saja, sehingga dapat menggerakan roda ekonomi kerakyatan. Pelaksanaan strategi pengembangan LKM ini merupakan model upaya membangun sinergitas antar instansi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui upaya menumbuhkan kewirausahaan rakyat di lapisan bawah dengan menciptakan saluran modal usaha yang mudah dan cepat.
SKB LKM akan segera ditindaklanjuti dengan pembentukan tim nasional yang bertugas memonitor dan mengevaluasi kegiatan pengembangan LKM. Selain itu, kegiatan sosialisasi yang lebih intensif dan inventarisasi LKM yang belum berbadan hukum juga akan dilaksanakan secara terpadu oleh pemerintah dan Bank Indonesia di beberapa daerah dalam waktu dekat.

Pemerintah Siapkan SKB 4 Instansi Atur LKM

Pemerintah tengah menyiapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat instansi sebagai salah satu langkah untuk penyediaan payung hukum keberadaan lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi (LKM B3K).

"Empat instansi dimaksud yaitu Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, serta Bank Indonesia (BI)," kata Deputi Bidang Pembiayaan pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Agus Muharram dalam seminar Penguatan LKM sebagai Lembaga Pembiayaan UMKM saat Era Krisis Keuangan Global di Jakarta, Rabu.

Menurut Agus, total LKM B3K saat ini mencapai sekitar 637.838 unit dengan total kredit mencapai sekitar Rp64 triliun. Secara riil di lapangan mereka sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha mikro dan masyarakat miskin pada umumnya.

"Namun hingga saat ini belum ada aturan/payung hukum bagi LKM B3K sehingga mereka beroperasi tanpa landasan hukum yang jelas," katanya.

Menurut dia, SKB 4 instansi diharapkan menjadi payung hukum yang dapat diselesaikan dalam waktu cepat. Penyiapan SKB itu merupakan tindak lanjut dari Inpres Nomor 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009.

Jenis LKM yang diatur dalam SKB itu meliputi LKM semi formal dan LKM non formal. LKM semi formal yaitu yang belum berbadan hukum dan dibentuk atas inisiatif pemerintah pusat maupun daerah seperti Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP), Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP), Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan Badan Kredit Kecamatan (BKK).

LKM non formal yaitu LKM yang belum berbadan hukum dan tumbuh serta berkembang atas inisiatif masyarakat secara mandiri dan/atau kelompok lembaga masyarakat di daerah.

SKB itu akan memberi tiga alternatif peralihan LKM semi formal dan non formal menjadi LKM yang berbadan hukum yaitu menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), menjadi Koperasi Jasa Keuangan, dan menjadi Badan Usaha Milik Desa.

"Masa transisi dari LKM semi formal/non formal menjadi LKM berbadan hukum direncanakan selama 2 tahun. Saat ini Tim Penyusun SKB sedang melakukan inventarisasi terhadap LKM B3K," kata Agus Muharram.

Menurut dia, sebelumnya pemerintah selama 2001 hingga 2003 juga pernah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Lembaga Keuangan Mikro. Sejak awal 2005 hingga 2006 pemerintah juga menyiapkan draft Peraturan Presiden tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia.

Senin, 07 Desember 2009

PENGUNGKAPAN YANG DIHARUSKAN UNTUK OPERASI PADA BERBAGAI INDUSTRI

Adapun informasi yang harus dimasukkan dalam segmen pelaporan dan segmen industry lain secara agregat dapat diikhtisarkan sebagai berikut:



Pendapatan


1. Jumlah pendapatan dari pihak yang tidak terafiliasi

2. Jumlah pendapatan dari pihak yang terafiliasi

3. Rekonsiliasi antara jumlah pendapatan dari seluruh segmen pelaporan dengan pendapatan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi perusahaan

4. Basis akuntansi untuk penjualan dan transfer antarsegmen, termasuk di dalamnya dampak suatu perubahan dalam basis laba usaha atau rugi usaha segmen.


Aktiva


1. Jumlah terbawa agregat dari aktiva yang dapat diidentifikasi

2. Rekonsiliasi antara aktiva yang dapat diidentifikasi dari seluruh segmen pelaporan dan segmen industry lain dengan total aktiva konsolidasi. Aktiva kantor pusat diidentifikasi secara terpisah dalam rekonsiliasi



Profitabilitas


1. Jumlah laba usaha atau rugi usaha

2. Sifat dan jumlah pos-pos yang tidak umum atau jarang terjadi untuk setiap segmen pelaporan dan segmen industry lain.


3. Rekonsiliasi antara laba usaha atau rugi usaha dari seluruh segmen pelaporan dan segmen industry lain dengan laba operasi sebelum pajak seperti dicerminkan dalam laporan laba rugi konsolidasi. Beban-beban kantor pusat diungkapkan secara terpisah. (rekonsiliasi adalah untuk laba sebelum pajak sebelum keuntungan atau kerugian non operasi,pos-pos luar biasa, dan efek kumulatif perubahan dalam prinsip akuntansi.

4. Efek dari laba usaha atau rugi usaha segmen pelaporan atas suatu eprubahan dalam mengalokasikan beban-beban usaha dala setiap segmen.

5. Efek dari laba usaha setiap segmen pelaporan atas suatu eprubahan dalam prinsip akuntansi.


Pengungkapan-Pengungkapan Lain


1. Jumlah agregat depresiaasi, deplesi, dan beban amortisasi untuk setiap segmen pelaporan.

2. Jumlah pengeluaran modal untuk setiap segmen industry pelaporan

3. Jumlah investasi pada dan pendapatan dari anak-anak perusahaan yang tidak dikonsolidasi dan ekuitas investi lain yang operasinya terintegrasi vertical dengan operasi dari segmen industry pelaporan.

4. Wilayah geografis dimana suatu investi dipertanggung jawabkan dengan metode ekuitas yang terintegrasi secara vertical beroperasi.

5. Produk atau jasa dari setiap segmen industry pelaporan dan kebijakan akuntansi yang berhubungan dengan informasi segmen yang tidak diungkapkan dalam laporan keuangan.

Sabtu, 05 Desember 2009

ANALSIS DAN PEMBANDINGAN: PERHITUNGAN BIAYA VARIABEL DAN PERHITUNGAN BIAYA ABSORPSI






ANALSIS DAN PEMBANDINGAN: PERHITUNGAN BIAYA VARIABEL DAN PERHITUNGAN BIAYA ABSORPSI

Perhitungn biya variable menekankan perbedaan antara biaya manufaktur variable dan tetap. Perhitungan biaya variable (variable costing) membebankan hanya biaya manufaktur variabwl ke produk. Biaya ini meliputi bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead variable. Overead tetap diperlakukan sebagai beban periode dan tidak disertakan dalam penentuan biaya produk. Dasar pemikiran untuk ini adalah bahwa overhead tetap merupakan biaya kapasitas, atau tetap ada dalam bisnis. Perhitungan biaya absorpsi (absorption costing) membebankan semua biaya manufaktur ke produk. Bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead tetap adalah hal-hal yang menentukan biaya produk. Jadi, menurut perhitungan biaya absorpsi, overhead tetap dipandang sebagai biaya produk. Bukan biaya periode. Menurut metode ini, overhead tetap yang ditetapkan terlebih dulu dan tidak dibebankan sampa produk terjual. Dengan kata lain overhead tetap adalah biaya sebagai biaya prosuk atau periode menurut perhitungan biaya variable dan absorpsi. Akhir-akhr ini, perhitungan biaya absorpsi diisyaratkan untuk keperluan pelaporan eksternal.

PENILAIAN PERSEDIAAN

Metode perhitungan buaya produk yang berbeda akan mempengaruhi nilai barang yang tersimpan dalam persediaan. Perhitungan biaya variable hanya menginventari

LAPORAN LABA RUGI DAN ANALISIS REKONSILIASI

Karena biaya produk per unit merupakan dasar bagi penghitungan harga pokok penjualan, maka metode perhitungan biaya variable dan absorpsi dapat mengakibatkan angka laba bersih yang berbeda. Perbedaan terjadi karena jumlah overhead tetap yang diakui sebagai beban pada kedua metode tersebut.

Hubungan laba menurut perhitungan biaya variabel dan laba menurut perhitungn biaya absorpsi berubah ketika hubungan antara produksi dan penjualan berubah. Apabila barang yang terjual lebih banyak dari yang diproduksi, maka laba menurut perhitungan biaya variable akan lebih tinggi dari laba menurut perhitungan biaya absorpsi. Menurut perhitungan biaya absorpsi, unit-unit yang keluar dari persediaan mengandung overhead tetap dari periode sebelumnya selain itu, unit-unit yang diproduksi dan dijual telah mengandung seluruh overhead tetap periode berjalan. Dengan demikian, jumlah beban overhead tetap menurut perhitungan biaya absorpsi lebih besar dari biaya overhead tetap periode berjalan sejumlah overhead tetap yang keluar dari persediaan. Oleh karenaitu, laba menurut perhitungan biaya variable lebih tinggi dari laba menurut perhitungan biaya absorpsi karena sejumlah overhead tetap mengalir keluar dari perssediaan awal.

Kunci untuk menjelaskan perbedaan di antara kedua laba tersebut adalah analisis arus overhead tetap. Perhitungan biaya variable selslu mengakui total overhead tetap periode sebagai beban. Di pihak lain, perhitungn biaya absorpsi hanya mengakui overhead tatap yang ada pada unit yang terjual. Apabila jumlah yang diproduksi berbeda dari yang terjual, overhead tetap akan mengalir ke luar atau kedalam persediaan. Apabila jumlah overhead tetap dalam persediaan meningkat, maka laba menurut perhitungan biaya absorpsi lebih besar daripada laba menurut perhitungn biaya varibel dengan menghitug kenaikan bersih. Apabila overhead tetap persediaan berkurang, maka laba menurut perhitungn biaya variable lebih besar daripada laba menurut perhtungan biaya absorpsi. Perubahan dalam overhead tetap dala persediaan adalah tetap sama dengan selisih di antara kedua laba. Perubahan ini dapat dihtung melalui perkalian tariff overhead tetap dengan perubahan total unit persediaan awal dan akhir (yang merupakan selisih antara produksi dan penjualan). Selisih antara laba bersih menurut perhitungan biaya absorpsi dan perhitungan biaya variable dapat dinyatakan sebagai berikut:

Laba menurut perhitungan biaya absorpsi – laba menurut perhitungan biaya variabel = tarif overhead tetap x (unit yang diproduksi – unit yang terjual)a