Minggu, 17 Mei 2009

Pengaruh Aspek Sosial Budaya

Pengaruh Aspek Sosial Budaya

a. Pengertian Budaya
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa di dalam kehidupan ini mempunyaikedudukan yang tinggi, dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Jika dicermati dengan saksama, perbedaan itu terjadi karena manusia dikaruniai kemampuan jiwa, yaitu akal, rasa, kehendak serta keyakinan. Dengan kemampuan jiwanya, kehidupan manusia mampu menghasilkan serentetan produk yang disebut kebudayaan.
Menurut Koentjaraningrat produk kebudayaan dibedakan atas tiga macam, yaitu:
1. Sistem nilai, gagasan-gagasan atau sistem pemikiran yang bersifat abstrak yang hanya mampu difahami, dimengerti dan dipikirkan.
2. Benda-benda budaya, yaitu suatu karya kebudayaan manusia berupa prasasti, candi, lembaran sejarah, pusaka, rumah, kerajinan, benda seni dan lain sebagainya.
3. Suatu sistem interaksi antar manusia dalam kehidupan bersama atau sering diistilahkan dengan kehidupan sosial. Manusia berinteraksi antara satu denganyang lainnya untuk memenuhi kebutuhannya, ekspresi, kerjasama atau untuk memenuhi hasrat emosi dan lain sebagainya. Yang terakhir ini diistilahkan dengan sistem sosial. (Koentjaraningrat, 1987)
Melalui budayanya itulah manusia berkarya, sehingga manusia menjadi makhluk yang berbudaya, terhormat dan beradab. Melalui kebudayaan kehidupan manusia menjadi serasi, selaras serta mempunyai dinamika yang normatif menuju taraf kehidupan yang lebih tinggi. Dinamika kehidupan manusia, terus dinamis dan berkembang melalui sistem nilai dan norma-norma. Dengan demikian individu sebagai anggota masyarakat dalam berbuat itu mengembangkan kepribadiannya ke arah yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
b. Kondisi Budaya di Indonesia
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan sub etnis, yang masing-masing memiliki kebudayaanya sendiri. Kebudayaan dari suku-suku bangsa yang mendiami daerah-daerah ini disebut kebudayaan daerah. Dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan daerah ini adalah sebagai suatu sistem nilai yang menuntun sikap, perilaku dan gaya hidup, merupakan identitas dan kebanggaan dari suku bangsa yang bersangkutan. Dalam kebudayaan daerah, ada nilai-nilai budaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh budaya asing yang sering dikenal dengan istilah Local Genius, yang merupakan pangkal segala kemampuan budaya daerah untuk menetralisir pengruh negatif budaya asing.
Kebudayan Nasional adalah merupakan hasil interaksi kebudayaan-kebudayaan daerah yang kemudian diterima sebagai nilai bersama dan sebagai identitas bersama sebagai satu bangsa yaitu bangsa Indonesia. Dan juga merupaka hasil interaksi dari nilai budaya yang sudah ada dengan budaya asing yang diterima tanpa unsur paksaan dan dominasi budaya, sebagi budaya Indonesia. Menurt Koentjaraningrat kebudayaan nasional berfungsi sebagai pemberi identitas kebudayaan bersama sebagai satu bangsa, untuk memperkuat solidaritas
Ciri-ciri budaya nasional Indonesia berdasarkan proses interaksi budaya :
 Bersifat religius
 Bersifat kekeluargaan
 Bersifat serba selaras
 Bersifat kerakyatan
Bagi bangsa dan negara Indonesia secara formal yuridis rumusan kebudayaan nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam penjelasan UUD 1945 pasal 32 yang berbunyi : “Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya”
Jadi kebudayaan nasional dalam pengertianini merupakan suatu totalitas dari seluruh akar-akar budaya daerah. Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa keanekaragaman budaya justru merupakan hikmah bagi bangsa Indonesia dan di masa lalu telah mampu memunculkan faktor-faktor perekat persatuan atau merupakan suatu integrasi bangsa. Untuk selanjutnya bangsa Indonesia berupaya untuk melestarikan kebudayaan nasional untuk tetap merekatkan persatuan bangsa untuk mewujudkan cita-cita bersama, terutama demi dan untuk generasi penerus bangsa.
Perkembangan kebudayaan tidak lepas dari pengaruh lingkungan dimana kebudayaan itu tumbuh dan berkembang. Bangsa Indonesia melalui budaya daerah masing-masing, harus mengembangkan sistem budaya yang meletakkan manusia sebagai bagian dari alam, sehingga harus membuat keselarasan, keserasian antara kebudayaan manusia dengan alam lingkungannya. Manusia harus mampu memanfaatkan alam dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup, karena kerusakan lingkungan juga akan berakibat langsung terhadap kehidupan manusia.
c. Struktur Sosial di Indonesia
Pengertian sosial pada hakikatnya merupakan interaksi dalam pergaulan hidup manusia dalam hidup bermasyarakat. Untuk kelangsungan menjamin hidup bermasyarakat, ada empat unsur penting :
o Struktur sosial artinya fungsi utama dari hidup berkelompok dimaksudkan agar mudah dalam menjalankan tugas dan memenuhi kebutuhan hidup (sandang, pangan, papan, keamanan).
o Pengawasan sosial yaitu merupakan prosedur yang mengatur kegiatan dan tindakan anggota masyarakat dalam berinteraksi antar satu sama lainnya, agar tidak terjadi konflik (hal penggunaan pengetahuan, moral, hukum, kepercayaan).
o Media sosial, yaitu landasan material untuk melakukan kegiatan seperti alat transportasi dan landasan spiritual untuk malakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa dan isyarat, untuk memudahkan membangun relasi dengan baik.
o Standar sosial, yaitu realita kehidupan masyarakat, baik tertulis maupun tidak tertulis. Bermanfaat sebagai pemberi inspirasi dan pedoman untuk mencapai tujuan hidup yang di yakini oleh kelompok masyarakat.
d. Ketahanan pada Aspek Sosial Budaya
Berdasarkan pengertian sosial dan kebudayaan sebagaimana tersebut diatas maka dapat dirumuskan bahwa ketahanan nasional bidang sosial budaya adalah suatu kondisi dinamis sosial budaya suatu bangsa, yang berisi keuletan, ketangguhan dari kemampuan suatu bangsa untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, permasalahan, gangguan,ancaman serta hambatan baik dari luar maupun dalam negeri yang langsung maupun tak langsung membhayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

Pengartian Merek Dagang

MEREK

1. Pengertian Merek
Merek memberikan fungsi untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan memberikan tanda, seperti yang didefinisikan pada Pasal 1 Undang-Undang Merek (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa. Dalam prakteknya merek digunakan untuk membangun loyalitas konsumen. Hal ini sering dapat dinilai merupakan perlindungan yang lebih strategis dalam bisnis dibandingkan paten, yang masa perlindungannya terbatas.
Beberapa istilah dalam merek yang sering digunakan antara lain:
Merek: adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek Dagang: adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Merek Jasa: adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek Kolektif: adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Indikasi Geografis: adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Di dalam UU Merek di Indonesia terdapat pasal yang menyebutkan mengenai Indikasi Geografis dan di dalam TRIPs terdapat pasal yang menyebutkan bahwa negara anggota harus menyediakan perlindungan khusus untuk Indikasi Geografis. Indikasi Geografis pada dasarnya memiliki kesamaan dengan merek. Perbedaannya, pada Indikasi Geografis, tanda menunjukkan daerah asal suatu barang, yang didasarkan pada faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut (Pasal 56 Undang-Undang Merek). Jadi sebenarnya Indikasi Geografis ini akan banyak dapat diterapkan pada produk-produk yang dihasilkan karena keanekaragaman plasma nutfah yang dimiliki Indonesia, dan ini satu-satunya rezim HKI yang memberikan perlindungan terhadap keunggulan komparatif negara berkembang.
Hak atas Merek: Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.


2. Syarat Pendaftaran Merek
Adapun persyaratan dalam pendaftaran merek, pemohon yang akan mendaftarkan mereknya wajib mengisi Formulir Rangkap 4 dan dilampiri :
a. Surat pernyataan bahwa merek tidak meniru milik orang lain
b. Surat kuasa apabila dikuasakan
c. Foto copy KTP dilegalisir
d. Akte notaris/NPWP dilegalisir, jika merek diajukan oleh Badan Hukum
e. Surat kepemilikan bersama yang dilegalisir atas nama 1 orang
f. Etket merek yang discan sebanyak 24 lembar dengan ukuran maksimal 9x9 cm, minimal 2 x 2 cm
g. Biaya pendaftaran
h. Merek dengan Hak Prioritas mencantumkan nama Negara dan tanggal permintaan pertama kali.

3. Ruang Lingkup
a. Tanda yang diberi perlindungan Merek
Pada umumnya segala tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa dapat dimintakan perlindungannya.
b. Merek yang tidak dapat didaftar
1.Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.Tidak memiliki daya pembeda;
tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.
3.Telah menjadi milik umum; atau
Contohnya adalah tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang yang secara umum dikenal sebagai tanda bahaya; oleh karenanya tanda ini tidak dapat digunakan sebagai Merek.
4.Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya
Contoh: Merek Kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.
c. Merek yang ditolak
1.mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dengan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
2.Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
Pengertian Merek Terkenal dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, reputasi Merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan pemilik Merek disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara. Apabila perlu, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga independen untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal tidaknya Merek yang dipermasalahkan.
3. Memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang sudah dikenal.

4. Bentuk dan Lama Perlindungan
Pada saat diberikan sertifikat tanda perlindungan sah adanya, maka pemegang Merek dilindungi untuk menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Adapun jangka waktu perlindungan merek adalah selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang selama merek tersebut digunakan dalam bidang perdagangan barang atau jasa.

5. Pelanggaran
Ketentuan sanksi terhadap pelanggaran Merek antara lain diatur sebagai berikut:
1. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

3. dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasigeografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

5. Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungiberdasarkan indikasi-geografis.

6. dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

7. memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).


6. Gugatan
Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis kepada Pengadilan Niaga berupa:
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.

Adapun tata Cara Gugatan pada Pengadilan Niaga yaitu:
(1) Gugatan pembatalan pendaftaran Merek diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat.

(2) Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

(3) Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan.
(4) Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.

(5) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal gugatan pembatalan didaftarkan,Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.

(6) Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.

(7) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan pembatalan didaftarkan.

(8) Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

(9) Putusan atas gugatan pembatalan yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.

(10) Isi putusan Pengadilan Niaga wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.

Pajak Internasional

A. Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat ahli hukum pajak, yaitu:
1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
Persoalan yang terjadi dalam hukum pajak ini ialah apakah hukum pajak nasional akan diterapkan atau tidak? Hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.

B. Kedaulatan Hukum Pajak Internasional
Berbicara masalah Hukum Pajak Internasional, khususnya Hukum Pajak Internasional Indonesia secara umum dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada subjeknya dan objeknya yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia. Namun demikian, Hukum Pajak Internasional dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.
UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap WP luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara lain berupa bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto. Pasal ini menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan ekonomis antara orang asing dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain. Sesuai dengan asas yang dimaksud di muak, maka kedaulatan pemajakan sebagai spesial dari gengsi kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan pajak.

C. Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional
Prof. Dr. Rochmat Soemito dalam bukunya “Hukum Pajak Indonesia, menyebutkan bahwa ada bebarapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:
1. Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing.
2. Trakat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara bilateral maupun multilateral.
3. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasional.
Sedangkan dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” karangan R. Santoso Brotodihardjo, S.H. menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak internasional, yaitu:
1. Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara
2. Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada negara lain.
3. Traktat-traktat (perjanjian) dengan negera lain, seperti:
a. Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda.
b. Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang asing.
c. Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di negara asing.

D. Terjadinya Pajak Berganda Internasional
Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul karena atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan pajak tersebut. Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa sebab terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:
1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang dapat terjadi karena:
a. Domisili rangkap
b. Kewarganegaraan rangkap
c. Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
2. Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
3. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal berdasarkan atas wold wide incom, sedangkan di negera domisili dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.

E. Cara Penghindaran Pajak Berganda Internasional
Ada dua cara untuk menghindari pajak berganda internasional, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan untuk menghindari pajak berganda dalam UU suatu negara dengan suatu prosedur yang jelas. Pengguanaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu UU.
2. Cara Bilateral atau Multilateral
Cara Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan multelateral dilakukan oleh lebih dari dua negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing-masing negara mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri.

F. Perjanjian Dalam Pajak Berganda Internasional
Perjanjian seperti ini kebanyakan masih berusia muda, dahulu hanya dikenakan persetujuan persahabatan, persetujuan untuk menetap, persetujuan dagangan dan peretujuan pelayanan yang kadang-kadang mencakup satu ketentuan yang ada hubungannya dengan beberapa macam pajak yang kebanyakan mencantumkan klausul tentang keharusan adanya perlakuan yang sama terhadap penduduk atau penguasa dari negara-negara yang mengadakan persetujuan.
Prosedur dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena bermacam-macam ragam, sistem dan asas perpajakan di berbagai negara, dan karena lambannya prosedur perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya atau resikonya pengukuhan oleh kepala negara-negara peserta perjanjian.
Ketentuan-ketentuan penting yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian pajak berganda secara singkat adalah sebagai berikut:
1. Orang-orang yang dapat menikmati keuntungan dari perjanjian-perjanjian.
2. Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.
3. Sengketa internasional.
4. arti tempa kediaman fiskal.

G. Kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan
Bagaimana kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan yang diadakan antara Indonesia dengan negara lain? Bila ditelusuri dasar hukum bisa diadakannya perjanjian perpajakan antar negara, maka kita kembali pada konstitusi yaitu pasal 11 ayat (1) UUD 1945 beserta perubahannya. Mengacu pada dasar hukum tersebut, tentu saja akan memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, dengan pertimbangan kepraktisan khusus dalam lalu lintas hukum internasional antara Indonesia dengan negara-negara lain yang cukup intensif, maka tidak diperlukan lagi persetujuan DPR tetapi cukup diberitahukan saja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UUD 1945 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh. Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.



KESIMPULAN

Hukum Pajak Internasional merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai subjek maupun objeknya. Dan para ahli hukum pajak juga banyak memberikan definisi tentang hukum pajak internasional salah satunya yaitu; Prof. Dr. P.J.A. Adriani, seorang ahli yang banyak menulis buku tentang perpajakan.
Kemudian sumber-sumber hukum pajak internasional terdiri dari:
1. Hukum Pajak Nasional.
2. Traktat
3. Keputusan Hakim Nasional.
Dan kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh, kedudukan hukum tax treaty tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.















DAFTAR PUSTAKA



Brotodihardjo Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika Aditama